WAJAH BERSERI ORANG MUKMIN DI AKHIRAT

بسم الله الرحمن الرحیم

(كَلَّا بَلۡ تُحِبُّونَ ٱلۡعَاجِلَةَ)
(وَتَذَرُونَ ٱلۡـَٔاخِرَةَ)
(وُجُوهࣱ یَوۡمَىِٕذࣲ نَّاضِرَةٌ)
(إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةࣱ)

“Tidak! Bahkan kamu mencintai kehidupan dunia, dan mengabaikan (kehidupan) akhirat. Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, memandang Tuhannya.” [Surat Al-Qiyamah 20-23]

🖊️ Menurut Ibnu Katsir, yang menyebabkan mereka mendustakan hari Kiamat dan penolakan terhadap wahyu dan Al-Qur’an yang benar adalah karena yang menjadi keinginan mereka adalah kehidupan dunia, sedang mereka lalai dan lengah dangan kehidupan di akhirat.

Disebutkannya kehidupan dunia dengan العاجلة (al-‘aajilah), sesuatu yang cepat, hanya sepintas merupakan isyarat lafal tentang singkatnya kehidupan dunia dan cepatnya selesai.

 

🖊️ Wajah-wajah (orang-orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri.
Menurut Ibnu Katsir berasal dari kata النضارة (an-nadhaarah) yang berarti rupawan, menawan, cemerlang lagi penuh kebahagiaan.

Kepada Rabb-nyalah mereka melihat. Yakni melihat dengan kasat mata.

Rasulullah saw bersabda,

انکم سترون ربکم عیانا

Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan kasat mata

(HR Bukhari)

Ada pendapat ulama tafsir, Adapun tentang bagaimana cara melihat, dengan anggota tubuh yang mana ia melihat dan dengan sarana apa ia melihat wajah Allah. Semua itu adalah pembicaraan yang tidak terlintas di dalam hati yang sedang disentuh kebahagiaan yang diinformasikan oleh Al-Qur’an, kepada hati yang beriman, dan kebahagian yang meluap kepada ruh, yang indah, nyata dan merdeka.

 

🖊️ Ayat-ayat dalam surat Al-Qiyamah menuntut untuk membiasakan muhasabah diri. Kita baru menyadari benar selama pandemi ini bahwa hidup ini hanya singkat. Berapa banyak satu dua keluarga mendadak Allah panggil melalui covid 19. Lalu hati, fikiran dan aktifitas masih banyak berkutat di urusan dunia. Ada banyak kelemahan dalam keseharian, betapa rapuhnya iman saat pandemi yang sudah berlangsung satu tahun setengah lebih seakan-akan Allah Ta’ala tidak berikan solusi dalam hidup ini, kurangnya interaksi dengan Al-Qur’an yang diyakini sebagai pedoman hidup dan Garis-garis Besar Haluan Hidup, masih minimnya bermunajat kepada Sang pemilik hajat atau mungkin sudah banyak bermunajat namun selalu merasa kecewa karena Allah belum kabulkan permohonannya, rasa pesimisme mendalam akan masa depan padahal Allah telah berikan potensi dalam diri dan anugerah kesehatan, dan sebagainya.

 

Semoga Allah Ta’ala berikan kita kemampuan untuk banyak beribadah, beramal usaha dan berdakwah. Dan memberikan kenikmatan di akhirat dengan wajah berseri-seri dan mencicipi puncak kenikmatan surga dengan memandang Allah secara kasat mata.

Aamiin…

Arief Rahman Hakim, M.Ag.
Pimpinan Pondok Pesantren Qur’an Kebantenan

Bagikan informasi ini

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Follow by Email
Instagram