Belajar dari Kepahlawanan Thalut

Tadabbur Jum’ah Mubarakah (58)
12 November 2021 / 7 Rabiul Akhir 1443 H
.
.
Maka ketika Thalut membawa bala tentaranya, dia berkata, “Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka barangsiapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika dia (Thalut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. [QS. Al-Baqarah: 249]

👑 Thalut adalah pemimpin Bani Israil ketika diutusnya Nabi Samuel (Nabi pengganti setelah wafatnya Musa as). Keinginan mereka agar muncul pemimpin, raja, Allah Ta’ala kabulkan dengan menghadirkan sosok pemimpin yang kurang populer di kalangan Bani Israil. Ia bukan keturunan raja, tidak memiliki kekayaan, miskin

🖊️ Nabi Samuel mengingatkan Bani Israil yang merasa keberatan atas terpilihnya Thalut sebagai pemimpin mereka, bahwa ia memiliki legitimasi karena Allah Ta’ala yang memilihnya. Ibnu Katsir dalam Lubaabut Tafsir min Ibni Katsir menjelaskan bahwa karena anugerah ilmu yang luas Thalut lebih mengetahui daripada Bani Israil, lebih mulia, lebih perkasa, lebih kuat dan lebih sabar dalam peperangan, serta lebih sempurna ilmunya dan lebih tegar daripada mereka. Ia layak menjadi raja karena berpengetahuan, mempunyai bentuk tubuh yang bagus, dan kuat fisik maupun mental

🎖️Legitimasi lain yang dimiliki oleh Thalut adalah diberikannya Tabut oleh malaikat. Ibnu Abbas mengatakan, malaikat datang dengan membawa Tabut di antara langit dan bumi lalu meletakkannya di hadapan Thalut, sementara orang-orang menyaksikannya. Wahbah Az- Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan bahwa Tabut ialah (kotak) tempat peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; Kayu bertulis Taurat, tongkat Musa, pakaiannya, sorban Harun, sebagian Taurat dan beberapa benda lain yang diwarisi turun temurun oleh para ulama pengikut Musa dan Harun

⚔️ Dalam suasana cuaca yang panas terik, bersama tujuh puluh atau delapan puluh ribu pasukannya, Thalut mewanti-wanti akan datangnya sebuah ujian dari Allah Ta’ala. Ujian berupa pengendalian syahwat dan keinginan dalam bentuk sebuah sungai; barangsiapa yang tidak minum sama sekali, sesuai instruksi Thalut sebagai pimpinan, maka ia tentara setia. Yang meminum walau secelup bisa dimasukkan juga sebagai tentaranya walau tidak berkualitas seperti tentara yang tidak minum sama sekali

⚔️ Pasukan yang besar terseleksi menjadi sedikit saja tentara yang setia kepada pimpinan (Thalut), karena tidak mampu menahan syahwat dan keinginan, tidak taat dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Padahal musuh yang dihadapi dan dipimpin Jalut adalah pasukan yang pernah mengalahkan kaum mereka dalam peperangan. Di sini insting Thalut untuk mengajak pasukannya mendisiplinkan diri, menguatkan tekad dan taat sesuai komando yang diberikan

⚔️ Hanya tersisa sedikit saja pasukan yang terdiri dari para prajurit setia kepada pimpinannya, Thalut. Sebagian besar tidak sanggup melanjutkan perjalanan dan melemah semangat berjuangnya. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, mereka sudah terbiasa mengabaikan perintah dan memandang enteng disiplin, terjadilah pelanggaran, tidak dituruti perintah itu dengan sepenuhnya.

📿 Menjadi sunnatullah sedikit itu biasanya berkualitas; sebuah barisan rapi, kokoh dan teratur, bukan kumpulan kerumunan. Bagi siapa yang berjuang mempunyai tujuan, yakin jika wafat dalam kondisi mempertahankan agama Allah, mereka akan bertemu dengan Allah. Tidak ada kamus ketakutan bagi mereka. Bahkan, meminjam istilah Buya Hamka; Mati karena mempertahankan keyakinan dan iman adalah mati yang mulia

🤲🏻 Semoga Allah Ta’ala mudahkan kita dalam belajar dan mempelajari kepahlawanan Thalut dan pasukannya yang setia, agar kita memiliki panduan dalam membina keluarga, membangun organisasi dan merawat kebaikan yang sudah dirintis.

Aamiin…

Arief Rahman Hakim, M.Ag.
Pimpinan Pondok Pesantren Qur’an Kebantenan
Bagikan informasi ini

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Follow by Email
Instagram