BATASAN WAKTU MENJAUHI ISTERI

📚 AYAT-AYAT RUMAH TANGGA (7) 🌺

BATASAN WAKTU MENJAUHI ISTERI

بسم الله الرحمن الرحیم

(لِّلَّذِینَ یُؤۡلُونَ مِن نِّسَاۤىِٕهِمۡ تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡهُرࣲۖ فَإِن فَاۤءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ)

“Bagi orang yang meng-ila’ istrinya harus menunggu empat bulan. Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [QS. Al-Baqarah: 226]

📖 Secara bahasa الإیلاء bermakna menolak dengan sumpah. Menurut Ibnu Katsir, Jika seseorang bersumpah tidak mencampuri isterinya dalam waktu tertentu, baik kurang atau lebih dari empat bulan. Jika kurang dari empat bulan, maka ia harus menunggu berakhirnya masa yang telah ditentukan. Setelah itu ia boleh mencampuri isterinya kembali. Bagi si isteri agar bersabar, dan tidak berhak menuntutnya untuk ruju’ pada masa itu. Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, jika berlalu lebih dari empat bulan dan suami tidak mau mencampurinya, mayoritas ulama berpendapat bahwa isteri berhak menuntut untuk dicampuri atau diceraikan.
Hal ini pernah dilakukan Rasulullah ﷺ terhadap isterinya selama satu bulan sebagaimana ditegaskan dalam Sahih Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra

🖋️ Suatu ketika Umar bin Khattab berjalan mengelilingi Madinah, di depan sebuah rumah ia mendengar seorang wanita mengucapkan syair yang intinya sangat merindukan suaminya. Setelah mendengar syair tersebut bergegas Umar menemui putrinya Hafshah, salah seorang isteri Rasulullah ﷺ. Dia bertanya, Berapa lama seorang isteri tahan ditinggal suaminya? Hafshah menjawab, Tidak lebih dari empat bulan. Umar kemudian menetapkan sebuah regulasi tentang pengiriman tentara dalam berperang yang tidak boleh bertugas lebih dari empat bulan

🖊️ Makna kalimat فإن فاءو
merupakan sebuah kiasan dari jima’, di mana seorang suami mencampuri isterinya kembali, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup menunjukkan kesempurnaannya ketika memuat kondisi riil manusia, orang-orang beriman dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Ada kondisi-kondisi psikologis yang berat yang dihadapi oleh para pasangan hidupnya, dinamika rumah tangga yang sangat kompleks.
Maka Al-Qur’an memberikan solusi, arahan agar tidak mudah-mudah untuk saling mengumumkan pisah dari rumah tangganya.
Dan, alangkah baiknya jika sedapat mungkin para suami bisa menghindari praktik ilaa ini.

Aamiin

Arief Rahman Hakim, M.Ag.
Pimpinan Pondok Pesantren Qur’an Kebantenan

Bagikan informasi ini

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Follow by Email
Instagram